Sri Aji Joyoboyo disebut memiliki ratusan ramalan soal masa depan Nusantara. Dia meramal Nusantara dari masa runtuhnya Kerajaan Kediri hingga sekarang. Di antara ratusan itu, ada delapan ramalan yang sering dikaitkan dengan peristiwa di Tanah Air.
Kedelapan ramalan tersebut adalah Murcaning Noyogenggong Sabdopalon, Semut Ireng Anak-anak Sapi, Kebo Nyabrang Kali, Kejajah Saumur Jagung Karo Wong Cebol, Pitik Tarung Sak Kandang, Kodok Ijo Ongkang-ongkang, Tikus Pithi Anoto Baris dan Reinkarnasi Noyogenggong Sabdo Palon.
Sejarawan sekaligus pemerhati budaya dari Universitas Sebelas Maret Surakarta Heri Priyatmoko mengatakan, munculnya kepercayaan akan ramalan Joyoboyo berasal dari kebiasaan masyarakat Jawa yang sering menghubungkan sesuatu peristiwa dengan ucapan para pujangga pendahulu alias otak-atik gathuk. “Kadang orang Jawa itu berangkat dari kebiasaan otak-atik gathuk, tetapi sesuai dengan realitas sosial saat itu,” kata Heri saat berbincang dengan detikcom
Heri mencontohkan ramalan yang menyebut ‘Pithik jago tarung sak kandang’ (Ayam jantan berkelahi satu kandang). Ramalan itu sebenarnya adalah isyarat dari para pujangga waktu itu agar masyarakat mewaspadai akan adanya ancaman disintegrasi atau perpecahan bangsa.
Istilah ‘Pithik jago tarung sak kandang’, kata Heri, kemudian sering dihubungkan dengan terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G 30 S).
Berikut ini makna delapan ramalan Joyoboyo yang populer:
1. Murcaning Noyogenggong Sabdopalon
Sejarawan sekaligus pemerhati budaya dari Universitas Sebelas Maret Surakarta Heri Priyatmoko mengatakan, Noyogenggong dan Sabdo Palon ini adalah semacam tokoh Semar dalam lakon Mahabharata versi Jawa. Dalam versi Mahabharata India sosok Semar tak dikenal.
Noyogenggong, kata Heri, adalah simbol penasihat alias pendamping seorang raja yang dalam kisah pewayangan dikenal dengan Punokawan. “Noyogenggong itu semacam Semar dalam Mahabharata versi Jawa. Semar bersama Punokawan itu berperan menasihati, mengkritis atau menyentil juragannya ketika juragannya melakukan kesalahan,” kata Heri.
Dalam versi modern, Noyogenggong ini bisa diibaratkan dengan para menteri anggota kabinet pembantu Presiden.
2. Semut Ireng Anak-anak Sapi
Ramalan Joyoboyo soal tentang ‘Semut Ireng Anak-anak Sapi’ sering dihubungkan dengan kedatangan bangsa Eropa, yakni Portugis dan Belanda menjajah Indonesia. Orang Eropa berkulit putih terkenal rajin dan ulet bekerja seperti semut hitam. Mereka juga selalu meminum susu sapi sejak bayi.
Pada tahun 1293 terjadi persaingan teknologi maritim antara Majapahit dengan negara-negara di benua Eropa. Saat itu bangsa-bangsa Eropa melakukan modernisasi kapal-kapal laut mereka antara lain dengan bantuan Marcopolo dan Christophorus Columbus, dua penjelajah samudera asal Italia.
Majapahit juga tak mau kalah. Di bawah mahapatih Gadjah Mada, Majapahit memiliki angkatan laut tanggung yang dipimpin Empu Nala. Majapahit dan dan sejumlah negara di benua Eropa seperti berlomba membangun kekuatan maritim.
Namun perpecahan yang terjadi pasca lengsernya Raja Hayam Wuruk membuat bangsa-bangsa Eropa bisa dengan mudah masuk dan menguasai Nusantara. Majapahit tak mampu menghadapi bangsa kulit putih yang datang menjajah.
3. Kebo Nyabrang Kali
Masyarakat sering menghubungkan ramalan Joyoboyo tentang ‘Kebo Nyabrang Kali’ dengan peristiswa mengungsinya pemerintahan kerajaan Belanda ke Inggris. Saat mengungsi mereka menyeberangi Selat Channel. Ini bermula ketika Eropa terjadi krisis ekonomi pada tahun 1292.
Tahun 1933 Adolf Hitler yang memimpin Nazi menggerakkan Jerman untuk membangun kekuatan militer besar-besaran. Lima tahun kemudian kekuatan Nazi memang menjadi yang terkuat di Eropa. Jerman pun berhasil menaklukkan Prancis, Belanda dan Belgia. Tak kuat berada dalam bayang-bayang pasukan Hitler, pemerintahan kerajaan Belanda pun mengungsi ke Inggris, menyeberangi Selat Channel.
Di versi lain, ‘Kebo Nyabrang Kali’ diartikan sebagai dibawanya kekayaan Nusantara oleh bangsa asing ke luar negeri.
4. Kejajah Saumur Jagung Karo Wong Cebol
Ada juga ramalan yang selama ini juga dipercaya milik Joyoboyo yang berbunyi, “si kate cebol seumur jagung panguwasane (si pendek kate hanya akan berkuasa seumur jagung)” versi lain menyebut ‘Kejajah Saumur Jagung Karo Wong Cebol’.
Ramalan ini diartikan bahwa bangsa Jepang hanya akan menjajah Indonesia seumur jagung, tak akan lama. Seperti diketahui, pasukan Jepang mendarat di Indonesia pada 8 Maret 1942. Tentara dari Negeri Sakura itu terusir dari Indonesia 3,5 tahun kemudian tepatnya pada Agustus 1945.
Namun ramalan Joyoboyo soal ini diragukan keasliannya. Joyoboyo hidup di tahun 1130 sampai 1157, sementara tanaman jagung baru dikenal pada sekitar tahun 1400-an.
5. Pithik Tarung Sak Kandang
Ramalan ini sering dihubungkan dengan terjadinya peristiwa berdarah Gerakan 30 September 1965 (G 30 S). Tujuh jenderal tentara angkatan darat dibunuh oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan Dewan Jenderal.
Setelah peristiwa pembunuhan atas tujuh jenderal itu, berturut kemudian terjadi ‘pembantaian’ terhadap masyarakat yang diduga terlibat dalam organisasi terlarang. Mereka dibunuh dan dihukum tanpa vonis pengadilan.
Menurut Heri Priyatmoko, ramalan itu sebenarnya adalah isyarat dari para pujangga waktu itu agar masyarakat mewaspadai akan adanya ancaman disintegrasi atau perpecahan bangsa. Peristiwa disintegrasi hingga saat ini masih kerap terjadi. Meski dalam skala kecil. “Sekarang ini misalnya masih sering terjadi perkelahian antar organisasi masyarakat,” kata Heri.
Disintegrasi inilah yang sering dikait-kaitkan dengan ramalan Joyoboyo, ‘Pitik Tarung Sak Kandang’.
6. Kodok Ijo Ongkang-Ongkang
Ramalan Joyoboyo tentang ‘Kodok Ijo Ongkang-ongkang’ sering dihubungkan dengan kekuasaan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto. Saat itu Soeharto menggunakan Angkatan Bersenjata RI yang kebetulan menggunakan seragam berwarna hijau untuk melanggengkan kekuasaannya.
Ada juga yang mengartikan ramalan itu dengan kejayaan Islam. Seperti diketahui sejumlah negara Islam di jazirah Arab menggunakan bendera berwarna hijau.
7. Tikus Pithi Anoto Baris
Heri Priyatmoko mengatakan, tikus pithi adalah simbol dari rakyat jelata yang memiliki angan-angan dan cita-cita untuk meraih mimpi. Namun mimpi itu tak pernah terwujud karena ulah para elite penguasa yang korup dan bertindak semaunya sendiri.
Akibatnya rakyat kecil ini kemudian bersatu mencari jalan untuk menentukan hidupnya sendiri. “Tikus pithi itu ibarat rakyat kecil yang selalu mempunyai harapan untuk meraih mimpi namun terhalang oleh perilaku korup dari elite politik. Maka kemudian mereka bersatu mencari jalannya sendiri untuk menggapai mimpi,” kata Heri.
8. Reinkarnasi Noyo Genggong dan Sabdo Palon
Noyogenggong dan Sabdo Palon ini adalah semacam tokoh Semar dalam lakon Mahabharata versi Jawa. Dalam versi Mahabharata India sosok Semar tak dikenal.
Noyogenggong, adalah simbol penasihat alias pendamping seorang raja yang dalam kisah pewayangan dikenal dengan Punokawan. Sebelum pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014 banyak yang mengharapkan bahwa Joko Widodo adalah Ratu Adil seperti yang diramalkan oleh Joyoboyo.
Namun kemudian setelah setahun lebih kepemimpinannya tak menunjukkan bahwa Jokowi adalah Ratu Adil, masyarakat kemudian berharap bahwa Noyogenggong dan Sabdo Palon muncul sebagai penasihat raja.
Noyogenggong adalah simbol penasihat alias pendamping seorang raja yang dalam kisah pewayangan dikenal dengan Punakawan. “Noyogenggong dan Sabdo Palon berperan menasihati, mengkritisi dan menyentil juragannnya ketika melenceng. Ketika Ratu Adil mleto dan melenceng, muncullah Noyogenggong dan Sabdo Palon,” kata sejarawan dan pengamat budaya dari Universitas Sebelas Maret, Heri Priyatmoko.
0 komentar:
Post a Comment